Pemberdayaan generasi baru atau yang di sebut dengan milenial di era moderen dan materialis saat ini banyak perubahan serta perkembangan dari setiap dimensi keilmuan, baik dari aspek politik, perkembangan sosial, budaya ekonomi, ketatanegaraan, sampai pada psychological politic. Setiap individu tidak terlepas dari perubahan dan perkembangan yang ada di semua dimensi keilmuan. Dari perubahan dan perkembangan ini akan menghasilkan yang positif hingga pergeseran yang negatif, akan tetapi dari dimensi keilmuan tersebut akan sangat dimungkinkan saling terkait satu sama lain.
Pada artikel ini, penulis akan mengulas peran dan tantangan milenial dalam bingkai politik yang sangat berhubungan dengan demokrasi prosedural dengan dimensi psikologi politik, yang menggunakan metode thematic analysis guna meningkatkan sumber daya manusia milenial terhadap pencapaian cita-cita indonesia semakin maju dan berkembangan dalam berbangsa dan bernegara yang mana secara teoritis merujuk kepada penelitian MaĆgorzata Zachara (2020). Oleh karena itu, kajian perilaku politik kaum milenial ini untuk melacak temuan perubahan cara berpikir mereka tentang politik dan kemampuan mereka untuk menerapkan ide-ide baru ke dalam praktek sosial yang mungkin muncul dari peran kepemimpinan mereka dalam masyarakat. generasi milenial dipandang sebagai agen yang tindakannya berkontribusi pada perubahan sosial.
Pembahasan
Di Indonesia menganut konsep pemerintahan sistem demokrasi yang mana dominannya masyarakat Indonesia mempercayai bahwa demokrasi didefinisikan “dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat”. Hal ini hampir sama dengan pernyataan David Held dalam karyanya Models of Democracy yang ia definisikan sebagai “suatu bentuk pemerintahan yang merupakan refleksi dari pertentangan monarki dan aristokrasi, artinya rakyatlah yang memerintah”.
Beranjak dari sistem demokrasi dalam prosesnya munculah ideologi pancasila, yang mana ideologi dalam ilmu psikologi di pahami sebagai sesuatu yang bersumber secara internal terpadu, yang ada pada diri seseorang dan berkaitan dengan keyakinan, nilai, dan pilihan seseorang ketika hidup dalam masyarakat untuk berorganisasi (Houghton, 2009)
Menurut Stone dkk., (2014) ideologi secara esensi dalam perspektif psikologi merupakan dua dimensi yang dimiliki oleh individu yaitu
Ideologi merupakan sarana untuk meligitimasi dan mengakui versus menolak dan melawan terhadap adanya perubahan.
Ideologi juga bisa menerima versus menolak terhadap ketidakadilan
Dengan demikian, ideologi sebagaimana di indonesia adalah pancasila merupakan ideologi bangsa yang tidak terlepas dari keterkaitannya dengan demokrasi prosedural. Demokrasi perwakilan merupakan sebuah tawaran untuk menjawab konsep prosedural guna mewujudkan demokrasi, paling tidak terdapat tiga argumentasi mengapa sistem perwakilan itu muncul:
Skala kepadatan nasional
Kompleksitas permasalahan yang membuat tidak semua orang memadahi dan mengakses informasi.
Kebutuhan mengambil tindakan cepat pada situasi tertentu. misalkan situasi darurat perang dan sebagainya.
Hal ini di perkuat oleh pendapat Hanna Finkel Pitkin bahwa konsep perwakilan dalam artian seseorang yang di percayai dalam masyarakat mewakili masyarakat lain dalam kegiatan proses kewarganegaraan yang pada hakikatnya adalah istilah moderen
Peran Politik Milenial di Tengah Demokrasi Prosedural
Politik merupakan ruang acuan alami dalam analisis perebutan kekuasaan karena mencakup agensi, struktur, dan kepemimpinan sebagai komponen terpenting dari proses perubahan sosial. Mereka yang lahir antara tahun 1980 dan 2000 dan merupakan generasi pertama yang tumbuh dewasa di era milenium. Pada tahun 2021 di kutip dari Badan Pusat Statistik, Indonesia memiliki generasi milenial sebanyak 69.38 juta atau 25,87%. Di dalam prosesnya generasi milenial sedang dibentuk oleh revolusi teknologi, yang juga membentuk kembali arena politik.
Menurut Castell (1998) milenial telah dibentuk oleh kekuatan yang memberikan perubahan sosial paling radikal dalam sejarah digital/teknis. Revolusi profil generasi milenial dibangun di sekitar dua jalur narasi utama. Satu berkonsentrasi pada faktor eksternal yang membentuk pandangan dunia dan perilaku mereka, yang lain pada itu psikologis fitur ciri untuk itu perwakilan dari ini kelompok.
Dari penjelasan di atas, jika merujuk pada argumentasi Castell maka aspek psikologis sangat berkaitan dengan demokrasi prosedural yang menekan pada konsep prosedural guna mewujudkan demokrasi.
Milenial secara alami sebaiknya menjadi pengaturan terhadap kebijakan, kepeloporan baru, mengendalikan anggaran dan menentukan kultural trend, tetapi mereka tidak bisa melakukan hal tersebut secara efektif jika berada di luar institusi dari kekuasaan.
Tantangan dan Pemberdayaan Milenial
Pemberdayaan milenial dianalisis dalam konteks dinamika kekuasaan yang memungkinkan dan mengkatalisasi aksi sosial yang efektif untuk kebaikan dan keadilan publik. Memahami struktur kekuasaan di mana milenial beroperasi sangat penting untuk membuka potensi gaya politik mereka dan membawa potensi nasional transformatif mereka ke dunia luar
Pemberdayaan milenial dalam perspektif psikologis di mana individu menjadi di berdaya, salah satunya individu diberdayakan oleh hasil pengalaman pemberdayaan mereka di arena sosial, berupaya untuk mengakses sumber daya dan beberapa pemahaman tentang lingkungan sosial dan politik dan ini bagian penting dari konstruksi politik. Menerapkan kerangka umum ini ke tingkat analisis organisasi (dalam hal ini adalah kaolisi partai) menunjukkan bahwa pemberdayaan melibatkan proses dan struktur organisasi yang meningkatkan partisipasi anggota dan meningkatkan pencapaian tujuan organisasi” (Perkins dan Zimmerman, 1995).
Dalam pemberdayaan milenial yang di maksud Perkins dan Zimmerman (1995). menekankan konsep intrapersonal (emosional), relasional dan interaktif
Intrapersonal (emosional) relasional, konsep ini guna mengungkapkan citra diri dan kontrol yang dirasakan generasi milenial, dengan ini menumbuhkan rasa empati dari sosial politik
Interaksional (kognitif), konsep ini salah satu upaya membentuk pemahaman masyarakat terhadap generasi ini dengan di hadapkan masalah sosial politik terkait. Bagian ini mengacu pada kebutuhan atau kemampuan untuk menganalisis secara kritis lingkungan sosial seseorang untuk mendapatkan kontrol yang lebih besar terhadapnya
Perilaku interaksi, menggambarkan kemampuan untuk melakukan suatu tindakan yang sistematis dari penyelesaian masalah dalam sosial politk yang ditujukan untuk hasil yang diinginkan.