Film Selamat Pagi Malam atau yang judul internasionalnya "In the Absence of the Sun" adalah film Indonesia tahun 2014, yang disutradarai oleh Lucky Kuswandi, yang saya sesali baru saya tonton sekarang.
Pokoknya saya bersyukur dosen saya ngasih tau mengenai film ini, dan kalau anda-anda sekalian belum pernah menonton film ini, coba nonton deh. Filmnya bagus, walau cukup banyak menampilkan hal-hal yang dianggap vulgar dan tabu oleh orang Indonesia.
Oh ya, anda mungkin juga akan mendapat value-value baru setelah menonton film ini, jadi pastikan anda menontonnya.
Dan juga jawaban ini ada spoiler untuk ending-nya ya, kalau ga mau kena spoiler jangan baca lebih lanjut.
Btw, kalo ngira film ini tuh mengenai bagaimana karakter-karakternya bersahabat, nope, anda salah.
Ini adalah cerita masing-masing karakter utama, yang memiliki kesamaan latar.
Filmnya menceritakan mengenai 4 orang wanita, yaitu:
Gia, seorang yang baru saja pulang dari New York ke Jakarta.
Gia tidak merasa nyaman dengan kehidupan di Jakarta, yang di mana orang-orang menjunjung tinggi materi, seperti kekayaan, gaya hidup mewah dan hal-hal yang menunjukkan kelas sosial, seperti HP Blackberry yang merupakan "must have" item pada zaman itu. Gia memiliki pola pikir yang menurut orang-orang di lingkungannya "kebarat-baratan", karena ia tidak berencana punya anak atau bahkan menikah.
Naomi, teman Gia yang saya simpulkan sudah terlebih dahulu kembali ke Jakarta dan sudah "beradaptasi" dengan kehidupan di Jakarta saat itu.
Menurut saya, Naomi ditampilkan sebagai orang yang cukup pragmatis dan seakan-akan diceritakan bahwa dia "mengambil jalan pintas" untuk mendapatkan kehidupan mewah dengan akan menikahi pria kaya (walau tidak ditampilkan secara eksplisit.
Indri, seorang towel girl yang bekerja di gym.
Indri ini ditampilkan sebagai seorang perempuan kelas menengah ke bawah yang mengharapkan dirinya dapat mendapat kekasih/teman kencan yang kaya dan mencoba meniru pola hidup holang khayaaa.
Di balik sikapnya yang tampak nakal dan tengil, aslinya Indri ini polos s̶a̶m̶p̶a̶i̶-̶s̶a̶m̶p̶a̶i̶ ̶k̶e̶t̶i̶p̶u̶ ̶f̶a̶k̶b̶o̶i̶ ̶b̶e̶r̶n̶a̶m̶a̶ ̶F̶a̶i̶s̶a̶l̶. Kasian pokoknya si Indri.
Ci Surya alias Sara.
Ci Surya? Sara?
Jadi Sara ini adalah seorang janda kaya yang ditinggal mati oleh suaminya, yang disebut-sebut sebagai "Ko Surya"—dan ia jadi dikenal sebagai "Ci Surya", padahal dia punya nama. Ironisnya lagi, si suaminya yang sudah meninggal itu ternyata punya "kekasih gelap" yang adalah seorang kupu-kupu malam di Hotel Lone Star bernama Sofia.
Oke kita masuk ke ceritanya
Pembukaan film ini tidak terlalu istimewa, tapi cukup padat dan jelas.
Menceritakan Gia yang baru pulang ke Jakarta, lalu ia bertemu dengan dua ibu-ibu, yang lalu mengkritik Gia karena Gia tidak menggunakan ponsel Blackberry, juga tidak berpikiran untuk menikah dan punya anak.
Posisi Gia, menurut saya juga adalah posisi kita—si penonton, yang awam dan tidak paham dengan seluk-beluk kelabu kehidupan di Jakarta.
Lalu ada juga Ci Surya, yang namanya baru akan diketahui pada ending film. Seorang janda kaya dengan rumah mewah dan banyak uang. Ci Surya ini self-less, tampak lost. Ci Surya tidak ditampakan memiliki kepribadian yang menonjol dibanding karakter-karakter lain, ia cenderung diam, dan selalu berada di balik bayang-bayang mendiang suaminya. Kita tidak tahu dia ini mikir apa, dia diam saja sepanjang film, hanya ada beberapa patah kata yang ia keluarkan, jika dibanding karakter lain. Ci Surya ini mengetahui mengenai sepak terjang perselingkuhan suaminya dengan seorang diva bernama Sofia, dan Ci Surya ini memesan kamar di tempat suaminya sering "mengunjungi" Sofia. Tidak dijelaskan, tujuannya apa.
Lalu muncul karakter Naomi.
Naomi ini teman Gia yang dulunya juga di Amerika, namun ia pulang terlebih dahulu dan tampil super classy & high maintenance.
Dan ada juga Indri. Si towel girl di gym tempat Naomi nge-gym.
Indri ini seorang yang cukup materialistik, terlihat dari caranya bicara dan gayanya yang meniru holang kayaaa. Indri ini adalah gambaran dari "cewe matre" menurut kebanyakan orang.
Selesai mengaduk-aduk perasaan penonton di awal dengan pengenalan karakter, saat penonton belum selesai mencerna karakter, penonton kembali disuguhi dengan bagaimana Gia—dan penonton menjadi curiga dengan Naomi, dan segala gemerlap palsunya. Terlihat dari bagaimana si Naomi ini memesan makanan dan lainnya, juga dengan pakaiannya yang classy.
Indri, di sisi lain mencoba mengencani seorang pria kaya dengan badan roti lapis di profile picturenya, yang nyatanya adalah seorang pria gemuk yang kasar yang akhirnya meninggalkan Indri tanpa membayari makan malamnya dan membuatnya harus melarikan diri sampai menangis di jalanan, sampai ia bertemu si Faisal, seorang f̶a̶k̶b̶o̶i̶—maksudnya pramusaji di restoran tadi.
Si f̶a̶k̶b̶o̶i̶—Faisal menghibur Indri, membuatnya merasa nyaman dan tertawa—saya sempat menyangka film ini akan happy ending untuk semuanya, tapi saya salah—lalu singkatnya mereka melangkahkan kaki ke… YAP, BETUL SEKALI. Hotel Lone Star.
Sementara Ci Surya juga mengunjungi club malam tempat suaminya sering berkunjung.
Di sana ia bertemu dengan the so called Sofia, si diva.
Namun Ci Surya ini juga melihat bahwa si Sofia ini punya suami, dan suaminya juga sama saja, suaminya menjual diri juga, sama dengan Sofia.
Gia dan Naomi yang berada di taksi memutuskan untuk menginap di sebuah hotel yang tidak asing lagi, Hotel Lone Star.
Indri berakhir dengan memberikan first time-nya kepada Faisal, yang ia anggap adalah orang yang baik. Namun nyatanya Faisal pergi saat Indri masih tertidur.
MEMANG FAKBOI SIH SI FAISAL INI, SUMPAH RESE.
Di sisi lain, Sara aka Ci Surya beranjak setelah menghabiskan waktu dengan suami Sofia. Saya pribadi merasa ini adalah bentuk "balas dendam" Sara terhadap suaminya, yang melakukan hal yang sama bersama Sofia, atau mungkin ungkapan ekspresinya selama ini, yang berada di bawah bayang-bayang suaminya.
Sara menuliskan nomor HPnya pada secarik kertas memo, dan ia menuliskan namanya sebagai "Sara", bukan "Ci Surya".
Di akhir film, Naomi menangis sambil dipeluk Gia, ia berkata bahwa:
"Gue gamau jadi pabrik anak, Gi."
Ini cukup menyadarkan saya, bahwa memang masih sangat banyak wanita yang berada di posisi Naomi, tidak hanya di Jakarta, atau Indonesia, namun seluruh dunia.
Sumber : disini